BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
rangka meningkatkan daya saing bangsa, sangatlah penting untuk mengadopsi
metode pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan pembelajaran, dengan
melakukan pergeseran dari “teaching
centered” ke “learning centered”,
mengakomodasi kebutuhan perimbangan antara keunggulan dan kesesuaian akademik
untuk tujuan peningkatan kualitas, kebutuhan peserta didik , dan pendekatan
belajar lain yang lebih lentur (HELTS
2003-2010). Usaha pembelajaran berorientasi pembelajar di perguruan
tinggi telah dilakukan melalui program
penataran PEKERTI/AA bagi staf pengajar. Konsep pembelajaran ini telah lama
pula dIPSopsi pada pendidikan dasar dan menengah melalui Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA). Demikian pula Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada dasarnya
berorientasi pembelajar, dengan perumusan kompetensi yang perlu dicapai seorang
lulusan pada penyelesaian suatu program pendidikan.
Saat ini terdapat
beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah
konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran
membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda
konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak
akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber
kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan
gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah,
dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk
konsepsi tersebut biar lebih matang.
Perkembangan
terakhir dalam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, ialah penerapan
berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pembelajar (Student-centered Learning Strategies) : belajar
aktif, belajar mandiri, belajar
kooperatif dan kolaboratif, generative
learning. Berbagai model pembelajaran kognitif : problem based learning,
discovery learning, cognitive strategies semuanya ini didasarkan pada teori belajar atau aliran filsafat
Konstruktivisme. Konstruktivisme saat ini semakin mempengaruhi
pembelajaran tradisional, khususnya pembelajaran pada pendidikan tinggi.
Sebagian pakar menganggap konstruktivisme sebagai suatu aliran filsafat
pengetahuan , namun sebagian lagi menganggapnya sebagai suatu teori tentang
pembelajaran.
Menurut
Kamus Merriam Webster, teori ialah prinsip-prinsip umum yang masuk akal atau
dapat diterima secara ilmiah yang disajikan untuk menjelaskan suatu fenomena,
sedangkan filsafat (philosophy) ialah
pencarian akan pemahaman umum tentang nilai-nilai dan realitas, yang dilakukan
terutama melalui cara yang spekulatif, bukan secara observasi. Konstruktivisme
bukan berakar pada penelitian pendidikan dibanding dengan berbagai teori
belajar yang lain seperti behaviorisme dan kognitivisme. Namun demikian, saat
ini konstruktivisme banyak dikembangkan oleh komunitas pendidik dalam melalukan
desain atau rancangan instruksional.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut.
- Apakah pengertian teori belajar konstruktivisme?
- Siapakan tokoh-tokoh yang menjadi
dasar teori belajar konstruktivisme?
- Apakah prinsip-prinsip teori belajar
konstruktivisme?
- Bagaimanakah implikasi dan pengaruh
dari penerapan teori belajar konstruktivisme?
- Apakah kelebihan dan kekurangan dari
penerapan teori belajar konstruktivisme?
C.
Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dalam penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut.
- Untuk mendeskripsikan pengertian
teori belajar konstruktivisme.
- Untuk mendeskripsikan tokoh-tokoh
yang menjadi dasar teori belajar konstruktivisme.
- Untuk mendeskripsikan prinsip-prinsip
teori belajar konstruktivisme.
- Untuk mendeskripsikan implikasi dan
pengaruh dari penerapan teori belajar konstruktivisme.
- Untuk mendeskripsikan kelebihan dan
kekurangan dari penerapan teori belajar konstruktivisme.
D.
Manfaat Penyusunan Makalah
Adapun manfaat dalam
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
- Manfaat secara teoritik, untuk
mengkaji ilmu pendidikan khusunya dalam memahami implikasi pendidikan,
pembelajaran, pengajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perkembangan
teori pembelajaran.
- Manfaat secara praktis
a. Para pendidik, agar para pendidik tidak
salah persepsi tentang pendidik, pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori pembelajaran yang
sesungguhnya,
b. Siswa, agar siswa memahami tentang
pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun,
dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan
berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Jadi, Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu
makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus
respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan
dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme
merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi
dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada. pengetahuan selalu
merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui
serangkaian aktivitas seseorang (siswa). Siswa membentuk skema, kategori,
konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi
merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang
dialaminya, proses pembentukan ini berjalan terus menerus,
dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman
baru.
Pembentukan
pengetahuan baru menurut Konstruktivisme dapat digambarkan dalam bagan berikut
:
1.
Pancaindera dan Konstruktivisme
·
Seseorang
berinteraksi dengan objek dan lingkungannya melalui panca indranya, lalu
menkonstruksi gambaran dunia pengalamannya itu.
·
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan begita saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang
lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang dipelajarinya
itu, dan menyesuaikannya dengan pengalaman atau hasil konstruksi yang telah
mereka miliki/bangun sebelumnya.
·
Pengetahuan
ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ( guru) ke kepala orang lain (siswa).
·
Siswa
sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan itu dengan cara
menyesuaikannya terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah
dibangunnya.sendiri dalam otaknya.
2. Pengalaman
dan Konstruktivisme
·
Pengetahuan
merujuk pada pengalaman seseorang akan dunia, tetapi bukan dunia itu sendiri.
·
Tanpa
pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman bukan saja
pengalaman fisik, tetapi juga pengalaman kognitif dan mental.
·
Pengetahuan
dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Jadi bagi orang itu, lingkungan ialah semua objek dan proposisinya yang telah
diabstraksikan ke dalam pengalaman orang itu. Abstraksi seseorang terhadap
suatu hal akan membentuk struktur konsep, dan membentuk pengetahuan bagi orang
tersebut.
B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme
Berkaitan dengan konstruktivisme,
terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan
Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Teori Belajar
Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai
konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori
kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun
dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang
anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari
teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata
yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah
sebagai berikut:
a Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan
ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil
anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema).
Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing
dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat
menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci
berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif
anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua.
Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses
penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang
cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana
tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
2. Teori Belajar
Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan
bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya
pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat
mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang
berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian
perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan
belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses
berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan,
2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,
dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif
antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga
siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah
pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding).
Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan
pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan
lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga
perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur
tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan
aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan
tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi
tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka
(Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan
aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat
diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan
orang lain.
C. Proses
konstruktivisme
Menurut
konstruktivisme, pengetahuan bukan hal yang statis dan deterministik, tetapi
suatu proses menjadi tahu. Misalnya, pengetahuan mengenai kucing, tidak sekali
jadi, tetapi merupakan suatu proses. Pada pertama kali melihat kucing kita
memperoleh pengetahuan dengan melihat dan menjamah. Pada kesempatan lain, kita
bertemu dengan kucing lain. Interaksi dengan macam-macam kucing akan menjadikan
pengetahuan kita tentang kucing menjadi lebih lengkap dan rinci. Hal ini
terjadi secara terus menerus.
1. Konstruksi
dan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi
Pengetahuan
Semua
pengetahuan yang diperoleh adalah hasil rekonstruksi kita sendiri; kecil
kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain.
Pengetahuan bukan merupakan barang yang dapat ditransfer dari orang yang
mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bila
seorang guru bermaksud mentransfer suatu konsep, ide, dan pengertian kepada siswa,
maka pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan
dikonstruksikan oleh siswa itu sendiri lewat pengalamannya. Banyaknya siswa
yang salah menangkap (misconception) apa yang diajarkan guru itu menunjukkan
bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikonstruksikan, atau diinterpretasikan, dan ditransformasikan sendiri oleh siswa.
Agar siswa mampu
mengkonstruksikan pengetahuan, diperlukan :
·
Kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
·
Kemampuan
membandingkan, dan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan atau
perbedaan sesuatu hal.
·
Lebih
menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience)
2.
Gagasan (Konsep) Konstruktivisme mengenai
pengetahuan
- Pengetahuan
bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa (Mind as inner individual representation)
- Siswa
mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema
kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses
abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan (Reflection /
Abstraction as primary)
- Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu siswa. Struktur
konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu
dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang telah
dimiliki siswa. Dengan demikian maka pengetahuan adalah apa yang ada dalam
pikiran setiap siswa (Knowledge as
residing in the mind).
- Dalam proses
pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi
individual siswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as internally constructed).
- Perampatan (penyamarataan)
makna merupakan proses negosiasi di dalam individu siswa dengan
pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi
tahu) (Learning and teaching as
negotiated construction of meaning).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
konstruksi pengetahuan manusia :
- Hasil
konstruksi yang telah dimiliki
seseorang (constructed knowledge).
- Domain
pengalaman seseorang (domain of
experience)
- Jaringan
struktur kognitif seseorang (existing
cognitive structure)
E. Perbandingan
Konstruktivisme dengan Berbagai Aliran Teori Konstruktivisme
dan Empirisme
Pertanyaan
paling besar dalam konstruktivisme : Struktur pengetahuan itu terletak dalam
realitas mana ? Apakah yang disebut
kebenaran pengetahuan ? Kenyataan terdiri atas dua dimensi : dimensi
eksternal yang bersifat objetif, dan dimensi internal yang bersifat subjektif.
Kaum rasionalis : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek, dan kebenaran merupakan
akibat dari deduksi logis. (Cogito ergo sum = Saya berpikir maka
saya ada). Kaum empiris : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek berdasarkan penalaran induktif dengan bukti-bukti
yang diperoleh dari pengalaman. Menurut kaum empiris, semua kenyataan itu
diketahui dan dipahami melalui indra, dan kriteria kebenarannya adalah
kesesuaiannya dengan pengalaman. Dalam
hal ini kaum rasionalis lebih menekankan pada : rasio, logika, dan pengetahuan
deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pada pengalaman dan
pengetahuan induktif. Konstruktivisme dikatakan merupakan sintesis pandangan
rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subyek dan
objek, antara realitas eksternal dan juga internal.
1.
Konstruktivisme, Empirisme, dan Relativisme
Konstruktivisme
sering terkontaminasi sehingga mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih
dalam pendidikan sains. Kaum konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan
pada peranan indra, pengalaman, dan percobaan dalam pengembangan pengetahuan,
sehingga cenderung ke empirisme. Konstruktivis lain menekankan pada abstraksi,
sehingga mengarah pada relativisme, yang mengatakan bahwa semua konsep adalah
sah, karena setiap ide diturunkan dari suatu abstraksi yang dianggap sah pula.
2.
Konstruktivisme, Empirisme, Nativisme, dan
Pragmatisme
Kalau empirisme
menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi,
nativisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam diri manusia.
Konstruktivisme memuat segi empirisme dan nativisme (gabungan) : pengetahuan
itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan dalam diri seseorang. Kebenaran
pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability (berjalannya suatu pengetahuan) dan tidak mengklain
kebenaran. Hal ini berbeda dengan pragmatisme yang berslogan : kebenaran adalah
hanya apa yang jalan. Konstruktivisme tidak mengklaim suatu kebenaran.
3.
Konstruktivime vs Idealisme
Kaum idealis
menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah satu-satunya realitas.
Konstruktivisme menyatakan bahwa kenyataan adalah apa yang dikonstruksikan
dalam pikiran manusia . Bentukan selalu berjalan, namun tidak selalu merupakan
representasi dari dunia nyata.
4.
Konstruktivisme vs Objektivisme.
Bagi para
Objektivis : realitas itu ada, terlepas dari pengamat, dan dapat ditemukan
melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia ini. Konstruktivisme
: pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu
kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengealaman, dan
apa yang mereka percayai sebagai realitas.
F.
Prinsip-Prinsip Konstruktivisme yang Berkaitan Dengan Pembelajaran
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik
secara personal maupun sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
ke siswa, kecuali melalui keaktifan siswa sendiri untuk menalar
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci,
lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.
G. Hubungan
Konstruktivisme Dengan Beberapa Teori Belajar
Konstruktivisme
menjadi landasan beberapa Teori Belajar, misalnya Teori Perubahan Konsep, Teori
Belajar Bermakna (Ausubel), Teori Skema.
1.
Konstruktivisme dan Teori Perubahan Konsep
Konstruktivisme
maupun Teori Perubahan Konsep percaya bahwa dalam proses belajar seseorang
mengalami perubahan konsep melalui proses perkembangan terus menerus, dengan
cara mengubah konsep lama melalui akomodasi. Atau mengembangkan konsep yang
sudah ada melalui asimilasi; pengertian yang dibentuk sendiri oleh siswa
mungkin berbeda-beda dengan pengertian
ilmuwan, sehingga terjadi miskonsepsi.
2.
Konstruktivisme dan Balajar Bermakna
Teori Belajar
Bermakna (Ausubel) juga didasarkan atas Konstruktivisme, dengan penekanan pada
pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta baru ke dalam
sistem pengertian yang telah dimiliki siswa sebelumnya
3.
Konstruktivisme dan Teori Skema
Teori Skema juga
berlandaskan Konstruktivisme, memandang bahwa seseorang belajar dengan
mengadakan restrukturisasi (menambah atau mengganti) skema yang sudah dimiliki.
Proses pembentukan dan pengubahan skema merupakan proses belajar
H.
Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses
Belajar
Menurut
Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti,
wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang.
Proses tersebut bercirikan :
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan
oleh siswa dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti
itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus
menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa
akan selalu mengadakan rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,
melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian
yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan
itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada
waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk
memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa
dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa
yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
I. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap
Siswa
Kegiatan belajar
adalah kegiatan aktif siswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri
pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Siswa
bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Ia membuat penalaran atas apa yang
telah dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang
telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah
diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar
merupakanpengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang
berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik,
dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, dll., dan dalam
prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin
lengkap.
Setiap siswa
mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang
terkadang sangat berbeda dengan teman-temannya. Jadi sangat penting bagi guru
untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena dengan
satu model saja tidak akan membantu siswa yang cara belajarnya berbeda.
Siswa Belajar dalam Kelompok
Pengetahuan dan pengertian
dikonstruksi siswa bila ia terlibat secara sosial dalam dialog, dan aktif dalam
percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat diperoleh dari dialog antar
pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok belajar, siswa dapat mengungkapkan
perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal lain yang akan dilakukan dengan
persoalan itu. Melalui kesempatan mengemukakan gagasan, mendengarkan pendapat
orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian akan menjadi sangat penting
dalam belajar, karena memiliki unsur yang berguna untuk menantang pemikiran dan
meningkatkan kepercayaan seseorang.
J. Pengaruh
Konstruktivisme Terhadap Proses Pembelajaran
Bagi
konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru ke siswa,
melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya
(belajar sendiri). Pembelajaran berarti partisipasi guru bersama siswa
dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis,
dan mengadakan justifikasi. Pembelajaran adalah proses membantu seseorang
berpikir secara benar, dengan cara membiarkannya berpikir sendiri, Berpikir
yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu
persoalan. Seorang yang mempunyai cara berpikir yang baik dapat menggunakan
cara berpikirnya ini dalam mengahadapi suatu fenomena baru, dan dapat menemukan
pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Kemampuan ini tidak dipunyai siswa
yang hanya dapat menemukan jawaban yang benar, sehingga tidak dapat memecahkan
masalah yang baru.
K. Guru Sebagai
Mediator dan Fasilitator
Menurut prinsip
konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator, yang
membantu agar proses belajar siswa berjalan baik, yaitu :
- menyediakan
pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab. Memberi
kuliah/ ceramah bukan lagi tugas utama guru
- menyediakan
kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, dan membantu mereka
mengekspresikan gagasannya serta mengkomunikasi-kan
ide ilmiah mereka.
- memonitor,
mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa sudah berjalan atau
tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat
diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Agar
faktor-faktor tersebut berfungsi optimal, maka kegiatan guru hendaknya meliputi
hal-hal sebagai berikut :
- Guru perlu
banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti hal-hal yang sudah
diketahui dan dipikirkan siswa
- Tujuan dan
apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama
sehingga siswa sungguh terlibat
- Guru perlu
mengerti pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal
ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi di tengah siswa
- Diperlukan
keterlibatan guru bersama siswa yang sedang belajar, dan guru perlu
menumbuhkan kepercayaan siswa bahwa mereka dapat belajar
- Guru perlu
mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai
pemikiran siswa , karena kadang kala siswa berpikir berdasarkan
pengandaian yang belum tentu diterima guru.
Guru yang
konstruktivis akan dapat menerima dan
menghormati upaya-upaya siswa untuk membentuk suatu pengertian baru, sehingga
dapat menciptakan berbagai kemungkinan untuk siswa berkreasi :
- Membebaskan siswa
dari beban ikatan beban kurikulum dan membolehkan siswa untuk berfokus
pada ide-ide yang menyeluruh (big
concepts)
- Memberikan
kewenangan dan kebebasan kepada siswa untuk mengikuti minatnya, mecari
keterkaitan, mereformulasikan ide, dan mencapai kesimpulan yang unik.
- Berbagi
informasi dengan siswa tentang kompleksitas kehidupan di mana terdapat
berbagai perspektif, dan kebenaran merupakan interpretasi orang per orang.
- Mengakui
bahwa belajar dan proses penilaian terhadap belajar merupakan hal yang
tidak mudah untuk dikelola, karena banyak hal yang tidak kasat mata,
tetapi lebih kepada rasionalitas individu.
L.
Karakteristik /Ciri
Pembelajaran Konstruktivisme:
- Orientasi. Siswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu
topik, dan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak
dipelajari.
- Elisitasi. Siswa
dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis,
membuat poster,dll. Siswa mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam
wujud tulisan, gambar ataupun poster.
- Restrukturisasi
ide
-
Klarifikasi
ide yang dikontraskan dengan ide orang lain
-
Membangun
ide yang baru
-
Mengevaluasi
ide barubya dengan eksperimen
- Penggunaan
ide dalam banyak situasi.Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa
perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yangdihadapi, sehingga
menjadi lebih lengkap dan lebih rinci.
- Review
bagaimana ide berubah. Dapat terjadi bahwa dalam mengaplikasikan
pengetahuannya, seseorang perlu merevisi gagasannya agar menjadi lebih
lengkap.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam konstruktivisme ialah mengevaluasi hasil belajar siswa.
Dalam mengevaluasi, guru sebenarnya menunjukkan kepada siswa bahwa pikiran/
pendapat mereka tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi berdasarkan prinsip
atau teori tertentu. Kebenaran bukanlah hal yang dicari, namun berhasilnya
suatu proses (viable) adalah hal yang
dinilai. Dalam mengevaluasi perlu dilihat tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya siswa dapat mengembangkan kemampuan
berpikirnya, atau sekedar dapat menangani prosedur standar dan memberikan
sumber jawaban standar yang terbatas. Proses evaluasi berbeda berdasarkan
tujuan belajarnya, namun dalam konstruktivisme berfokus pada pendekatan siswa
terhadap persoalan yang dihadapi, bukan jawaban akhir yang diberikannya. Proses
evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme
tidak tergantung pada bentuk asesmen yang menggunakan paper and pencil test atau bentuk tes
objektif. Bentuk asesmen yang digunakan disebut altenative assessment, seperti portfolio, observasi proses,
dinamika kelompok, studi kasus, simulasi dan permainan, performance appraisal, dll.
M. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme
Secara rinci perbedaan
karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan
pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut:
No.
|
Pembelajaran tradisional
|
Pembelajaran konstruktivistik
|
1.
|
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan
menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
|
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan
lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
|
2.
|
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
|
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
siswa.
|
3.
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku
kerja.
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data
primer dan manipulasi bahan.
|
4.
|
Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi
informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik
dalam menyampaikan informasi kepada siswa
|
Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan
teori-teori tentang dirinya.
|
5.
|
Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian
dari pembelajaran dan biasanya dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara
testing.
|
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan
kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang
dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
|
6.
|
Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group proses
dalam belajar
|
Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di dalam group proses.
|
Karakteristik
pembelajaran yang harus dilakukan adalah:
1.
Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi
fakta-fakta lepas yang sudah diterapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
2.
Menempatkan siswa sebaagai kekuatan timbulnya interes,
untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian
memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3.
Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting
bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat macam-macam pandangan tentang
kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
4.
Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya
merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar di pahami, tidak teratur, dan tidak
mudah di kelola.
Kelebihan Konstruktivisme:
1.
Kelebihan dalam proses pembelajaran konstruktivistik
siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar
2. Kelebihan
konstruktivistik dalam pembelajaran bisa adanya group
3. Pembelajaran
terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa itu sendiri
Kekurangan Konstruktivisme:
1.
Kekurangan apabila ada siswa yang pasif pembelajaran
konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif.
2. Siswa belajar
secara konsep dasar tidak pada ketrampilan dari siswa itu sendiri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan landasan
berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Adapun prinsip-prinsip konstruktivisme yang berkaitan dengan pembelajaran konstruktivisme:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, secara
personal dan sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
ke siswa, kecuali melalui keaktifan siswa sendiri untuk menalar
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci,
lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.
Adapun kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1.
Kelebihan dalam proses pembelajaran konstruktivistik
siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar
2. Kelebihan
konstruktivistik dalam pembelajaran bisa adanya group
3.
Pembelajaran terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa
itu sendiri
Adapun kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1.
Kekurangan apabila ada siswa yang pasif pembelajaran
konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif.
2. Siswa belajar secara konsep dasar tidak pada
ketrampilan dari siswa itu sendiri.
B.
Saran
Pengertian,
prinsip serta perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh pendidik
dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan
akan benar-benar dapat tercapai. Dengan memahami berbagai teori belajar,
prinsip-prinsip pembelajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya
akan menghasilkan hasil yang berkualitas yang mampu membentuk manusia indonesia
seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM
Beyond
constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist
theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Dick, W.
(1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational Technology.
Duffy,
T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for
instructional technolgy? Educational Technology.
Jonassen,
D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to
technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html
Khalsa,
G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski,
S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen,
P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam
Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank,
P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line].
Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated).
Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html
sangat membantu..
BalasHapus