21 Nov 2012

KAJIAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME DAN DESAIN INSTRUKSIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, sangatlah penting untuk mengadopsi metode pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian tujuan pembelajaran, dengan melakukan pergeseran dari “teaching centered” ke “learning centered”, mengakomodasi kebutuhan perimbangan antara keunggulan dan kesesuaian akademik untuk tujuan peningkatan kualitas, kebutuhan peserta didik , dan pendekatan belajar lain yang lebih lentur  (HELTS 2003-2010). Usaha pembelajaran berorientasi pembelajar di perguruan tinggi telah dilakukan melalui  program penataran PEKERTI/AA bagi staf pengajar. Konsep pembelajaran ini telah lama pula dIPSopsi pada pendidikan dasar dan menengah melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Demikian pula Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada dasarnya berorientasi pembelajar, dengan perumusan kompetensi yang perlu dicapai seorang lulusan pada penyelesaian suatu program pendidikan.
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Perkembangan terakhir dalam pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, ialah penerapan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pembelajar (Student-centered Learning Strategies) : belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning. Berbagai model pembelajaran kognitif : problem based learning, discovery learning, cognitive strategies semuanya ini didasarkan pada teori belajar atau aliran filsafat Konstruktivisme. Konstruktivisme saat ini semakin mempengaruhi pembelajaran tradisional, khususnya pembelajaran pada pendidikan tinggi. Sebagian pakar menganggap konstruktivisme sebagai suatu aliran filsafat pengetahuan , namun sebagian lagi menganggapnya sebagai suatu teori tentang pembelajaran.
Menurut Kamus Merriam Webster, teori ialah prinsip-prinsip umum yang masuk akal atau dapat diterima secara ilmiah yang disajikan untuk menjelaskan suatu fenomena, sedangkan filsafat (philosophy) ialah pencarian akan pemahaman umum tentang nilai-nilai dan realitas, yang dilakukan terutama melalui cara yang spekulatif, bukan secara observasi. Konstruktivisme bukan berakar pada penelitian pendidikan dibanding dengan berbagai teori belajar yang lain seperti behaviorisme dan kognitivisme. Namun demikian, saat ini konstruktivisme banyak dikembangkan oleh komunitas pendidik dalam melalukan desain atau rancangan instruksional. 

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut.
  1. Apakah pengertian teori belajar konstruktivisme?
  2. Siapakan tokoh-tokoh yang menjadi dasar teori belajar konstruktivisme?
  3. Apakah prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme?
  4. Bagaimanakah implikasi dan pengaruh dari penerapan teori belajar konstruktivisme?
  5. Apakah kelebihan dan kekurangan dari penerapan teori belajar konstruktivisme?

C.    Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
  1. Untuk mendeskripsikan pengertian teori belajar konstruktivisme.
  2. Untuk mendeskripsikan tokoh-tokoh yang menjadi dasar teori belajar konstruktivisme.
  3. Untuk mendeskripsikan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme.
  4. Untuk mendeskripsikan implikasi dan pengaruh dari penerapan teori belajar konstruktivisme.
  5. Untuk mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan dari penerapan teori belajar konstruktivisme.

D.    Manfaat Penyusunan Makalah
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
  1. Manfaat secara teoritik, untuk mengkaji ilmu pendidikan khusunya dalam memahami implikasi pendidikan, pembelajaran, pengajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perkembangan teori pembelajaran.
  2. Manfaat secara praktis
a.       Para pendidik, agar para pendidik tidak salah persepsi tentang pendidik, pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori pembelajaran yang sesungguhnya,
b.      Siswa, agar siswa memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.     
Jadi, Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada. pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (siswa). Siswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya, proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pembentukan pengetahuan baru menurut Konstruktivisme dapat digambarkan dalam bagan berikut :
 

    











1.      Pancaindera dan Konstruktivisme
·         Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya melalui panca indranya, lalu menkonstruksi gambaran dunia pengalamannya itu.
·         Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begita saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang dipelajarinya itu, dan menyesuaikannya dengan pengalaman atau hasil konstruksi yang telah mereka miliki/bangun sebelumnya. 
·         Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ( guru) ke kepala orang lain (siswa).
·         Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan itu dengan cara menyesuaikannya terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah dibangunnya.sendiri dalam otaknya.
2.      Pengalaman dan Konstruktivisme
·         Pengetahuan merujuk pada pengalaman seseorang akan dunia, tetapi bukan dunia itu sendiri.
·         Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman bukan saja pengalaman fisik, tetapi juga pengalaman kognitif dan mental.
·         Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang  ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi bagi orang itu, lingkungan ialah semua objek dan proposisinya yang telah diabstraksikan ke dalam pengalaman orang itu. Abstraksi seseorang terhadap suatu hal akan membentuk struktur konsep, dan membentuk pengetahuan bagi orang tersebut.

B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
          a    Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
               b   Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
                c    Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
               d   Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
     2.     Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin  (Ratumanan, 2004:49)  ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
                a.    Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
                b.    Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

C.    Proses konstruktivisme
Menurut konstruktivisme, pengetahuan bukan hal yang statis dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Misalnya, pengetahuan mengenai kucing, tidak sekali jadi, tetapi merupakan suatu proses. Pada pertama kali melihat kucing kita memperoleh pengetahuan dengan melihat dan menjamah. Pada kesempatan lain, kita bertemu dengan kucing lain. Interaksi dengan macam-macam kucing akan menjadikan pengetahuan kita tentang kucing menjadi lebih lengkap dan rinci. Hal ini terjadi secara terus menerus.
1.      Konstruksi dan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi  Pengetahuan
Semua pengetahuan yang diperoleh adalah hasil rekonstruksi kita sendiri; kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Pengetahuan bukan merupakan barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bila seorang guru bermaksud mentransfer suatu konsep, ide, dan pengertian kepada siswa, maka pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu sendiri lewat pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap (misconception) apa yang diajarkan guru itu menunjukkan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan, atau diinterpretasikan, dan ditransformasikan sendiri oleh siswa.
Agar siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan, diperlukan :
·         Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
·         Kemampuan membandingkan, dan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan atau perbedaan sesuatu hal.
·         Lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience)
2.      Gagasan (Konsep) Konstruktivisme mengenai pengetahuan
  • Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa (Mind as inner individual representation)
  • Siswa mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
  • Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu siswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa. Dengan demikian maka pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap siswa (Knowledge as residing in the mind).
  • Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi individual siswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as internally constructed).
  • Perampatan (penyamarataan) makna merupakan proses negosiasi di dalam individu siswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated construction of meaning).
     Beberapa faktor yang mempengaruhi proses konstruksi pengetahuan manusia :
  • Hasil konstruksi  yang telah dimiliki seseorang (constructed knowledge).
  • Domain pengalaman seseorang (domain of experience)
  • Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure)

E.     Perbandingan Konstruktivisme dengan Berbagai Aliran Teori Konstruktivisme dan Empirisme

Pertanyaan paling besar dalam konstruktivisme : Struktur pengetahuan itu terletak dalam realitas mana ?  Apakah yang disebut kebenaran pengetahuan ? Kenyataan terdiri atas dua dimensi : dimensi eksternal yang bersifat objetif, dan dimensi internal yang bersifat subjektif. Kaum rasionalis : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek, dan kebenaran merupakan akibat dari deduksi logis. (Cogito ergo sum = Saya berpikir maka saya ada). Kaum empiris : pengetahuan merujuk pada obyek-obyek berdasarkan penalaran induktif dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pengalaman. Menurut kaum empiris, semua kenyataan itu diketahui dan dipahami melalui indra, dan kriteria kebenarannya adalah kesesuaiannya dengan  pengalaman. Dalam hal ini kaum rasionalis lebih menekankan pada : rasio, logika, dan pengetahuan deduktif, sedangkan kaum empiris lebih menekankan pada pengalaman dan pengetahuan induktif. Konstruktivisme dikatakan merupakan sintesis pandangan rasionalis dan empiris. Konstruktivisme menunjukkan interaksi antara subyek dan objek, antara realitas eksternal dan juga internal.
1.      Konstruktivisme, Empirisme, dan Relativisme
Konstruktivisme sering terkontaminasi sehingga mengarah ke empirisme dan relativisme, terlebih dalam pendidikan sains. Kaum konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan pada peranan indra, pengalaman, dan percobaan dalam pengembangan pengetahuan, sehingga cenderung ke empirisme. Konstruktivis lain menekankan pada abstraksi, sehingga mengarah pada relativisme, yang mengatakan bahwa semua konsep adalah sah, karena setiap ide diturunkan dari suatu abstraksi yang dianggap sah pula.
2.      Konstruktivisme, Empirisme, Nativisme, dan Pragmatisme
Kalau empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi, nativisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah dari dalam diri manusia. Konstruktivisme memuat segi empirisme dan nativisme (gabungan) : pengetahuan itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan dalam diri seseorang. Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability (berjalannya suatu pengetahuan) dan tidak mengklain kebenaran. Hal ini berbeda dengan pragmatisme yang berslogan : kebenaran adalah hanya apa yang jalan. Konstruktivisme tidak mengklaim suatu kebenaran.

3.      Konstruktivime vs Idealisme
Kaum idealis menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah satu-satunya realitas. Konstruktivisme menyatakan bahwa kenyataan adalah apa yang dikonstruksikan dalam pikiran manusia . Bentukan selalu berjalan, namun tidak selalu merupakan representasi dari dunia nyata. 
4.      Konstruktivisme vs Objektivisme.
Bagi para Objektivis : realitas itu ada, terlepas dari pengamat, dan dapat ditemukan melalui langkah-langkah sistematis menuju kenyataan dunia ini. Konstruktivisme : pengetahuan adalah konstruksi pikiran manusia. Pengetahuan adalah suatu kerangka untuk mengerti bagaimana seseorang mengorganisasikan pengealaman, dan apa yang mereka percayai sebagai realitas.

F.     Prinsip-Prinsip Konstruktivisme yang Berkaitan Dengan Pembelajaran
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali melalui keaktifan siswa sendiri untuk menalar
3.      Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4.      Guru sekedar membantu  menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.

G.    Hubungan Konstruktivisme Dengan Beberapa Teori Belajar
Konstruktivisme menjadi landasan beberapa Teori Belajar, misalnya Teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna (Ausubel), Teori Skema.
1.      Konstruktivisme dan Teori Perubahan Konsep
Konstruktivisme maupun Teori Perubahan Konsep percaya bahwa dalam proses belajar seseorang mengalami perubahan konsep melalui proses perkembangan terus menerus, dengan cara mengubah konsep lama melalui akomodasi. Atau mengembangkan konsep yang sudah ada melalui asimilasi; pengertian yang dibentuk sendiri oleh siswa mungkin berbeda-beda dengan  pengertian ilmuwan, sehingga terjadi miskonsepsi.
2.      Konstruktivisme dan Balajar Bermakna
Teori Belajar Bermakna (Ausubel) juga didasarkan atas Konstruktivisme, dengan penekanan pada pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dimiliki siswa sebelumnya
3.      Konstruktivisme dan Teori Skema
Teori Skema juga berlandaskan Konstruktivisme, memandang bahwa seseorang belajar dengan mengadakan restrukturisasi (menambah atau mengganti) skema yang sudah dimiliki. Proses pembentukan dan pengubahan skema merupakan proses belajar

H.    Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang.
Proses tersebut bercirikan :
1.      Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
2.      Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
3.      Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4.      Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5.      Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6.      Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

I. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Siswa
Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Siswa bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Ia membuat penalaran atas apa yang telah dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakanpengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, dll., dan dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap.
Setiap siswa mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan teman-temannya. Jadi sangat penting bagi guru untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena dengan satu model saja tidak akan membantu siswa yang cara belajarnya berbeda.

Siswa Belajar dalam Kelompok 
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi siswa bila ia terlibat secara sosial dalam dialog, dan aktif dalam percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna dapat diperoleh dari dialog antar pribadi dalam suatu kelompok. Dalam kelompok belajar, siswa dapat mengungkapkan perspektifnya dalam melihat persoalan dan hal lain yang akan dilakukan dengan persoalan itu. Melalui kesempatan mengemukakan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian akan menjadi sangat penting dalam belajar, karena memiliki unsur yang berguna untuk menantang pemikiran dan meningkatkan kepercayaan seseorang.

J.      Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Pembelajaran
Bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru ke siswa, melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (belajar sendiri). Pembelajaran berarti partisipasi guru bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Pembelajaran adalah proses membantu seseorang berpikir secara benar, dengan cara membiarkannya berpikir sendiri, Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan. Seorang yang mempunyai cara berpikir yang baik dapat menggunakan cara berpikirnya ini dalam mengahadapi suatu fenomena baru, dan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain. Kemampuan ini tidak dipunyai siswa yang hanya dapat menemukan jawaban yang benar, sehingga tidak dapat memecahkan masalah  yang baru.

K.    Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Menurut prinsip konstruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan fasilitator, yang membantu agar proses belajar siswa berjalan baik, yaitu :
  1. menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab. Memberi kuliah/ ceramah bukan lagi tugas utama guru
  2. menyediakan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, dan membantu mereka mengekspresikan gagasannya serta mengkomunikasi-kan ide ilmiah mereka.
  3. memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa sudah berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Agar faktor-faktor tersebut berfungsi optimal, maka kegiatan guru hendaknya meliputi hal-hal sebagai berikut :
  1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti hal-hal yang sudah diketahui dan dipikirkan siswa
  2. Tujuan dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga  siswa sungguh terlibat
  3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi di tengah siswa
  4. Diperlukan keterlibatan guru bersama siswa yang sedang belajar, dan guru perlu menumbuhkan kepercayaan siswa bahwa mereka dapat belajar
  5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa , karena kadang kala siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang belum tentu diterima guru.
Guru yang konstruktivis akan dapat  menerima dan menghormati upaya-upaya siswa untuk membentuk suatu pengertian baru, sehingga dapat menciptakan berbagai kemungkinan untuk siswa berkreasi :
  1. Membebaskan siswa dari beban ikatan beban kurikulum dan membolehkan siswa untuk berfokus pada ide-ide yang menyeluruh (big concepts)
  2. Memberikan kewenangan dan kebebasan kepada siswa untuk mengikuti minatnya, mecari keterkaitan, mereformulasikan ide, dan mencapai kesimpulan yang unik.
  3. Berbagi informasi dengan siswa tentang kompleksitas kehidupan di mana terdapat berbagai perspektif, dan kebenaran merupakan interpretasi orang per orang.
  4. Mengakui bahwa belajar dan proses penilaian terhadap belajar merupakan hal yang tidak mudah untuk dikelola, karena banyak hal yang tidak kasat mata, tetapi lebih kepada rasionalitas individu.

L.     Karakteristik /Ciri Pembelajaran Konstruktivisme:
  1. Orientasi. Siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik, dan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
  2. Elisitasi. Siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster,dll. Siswa mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam wujud tulisan, gambar ataupun poster.
  3. Restrukturisasi ide
-          Klarifikasi ide yang dikontraskan dengan ide orang lain
-          Membangun ide yang baru
-          Mengevaluasi ide barubya dengan eksperimen
  1. Penggunaan ide dalam banyak situasi.Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yangdihadapi, sehingga menjadi lebih lengkap dan lebih rinci.
  2. Review bagaimana ide berubah. Dapat terjadi bahwa dalam mengaplikasikan pengetahuannya, seseorang perlu merevisi gagasannya agar menjadi lebih lengkap.
Hal yang perlu diperhatikan dalam konstruktivisme ialah mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam mengevaluasi, guru sebenarnya menunjukkan kepada siswa bahwa pikiran/ pendapat mereka tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi berdasarkan prinsip atau teori tertentu. Kebenaran bukanlah hal yang dicari, namun berhasilnya suatu proses (viable) adalah hal yang dinilai. Dalam mengevaluasi perlu dilihat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya, atau sekedar dapat menangani prosedur standar dan memberikan sumber jawaban standar yang terbatas. Proses evaluasi berbeda berdasarkan tujuan belajarnya, namun dalam konstruktivisme berfokus pada pendekatan siswa terhadap persoalan yang dihadapi, bukan jawaban akhir yang diberikannya. Proses evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme  tidak tergantung pada bentuk asesmen yang menggunakan paper and pencil test atau bentuk tes objektif. Bentuk asesmen yang digunakan disebut altenative assessment, seperti portfolio, observasi proses, dinamika kelompok, studi kasus, simulasi dan permainan, performance appraisal, dll.

M.   Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme
Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut:
No.
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
1.
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
2.
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
3.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
4.
Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa
Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
5.
Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran dan biasanya dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing.
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
6.
Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group proses dalam belajar
Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di dalam group proses.
       Karakteristik pembelajaran yang harus dilakukan adalah:
1.      Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah diterapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas.
2.      Menempatkan siswa sebaagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan di antara ide-ide atau gagasannya, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3.      Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat macam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
4.      Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar di pahami, tidak teratur, dan tidak mudah di kelola.
Kelebihan Konstruktivisme:
1.      Kelebihan dalam proses pembelajaran konstruktivistik siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar
2.      Kelebihan konstruktivistik dalam pembelajaran bisa adanya group
3.      Pembelajaran terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa itu sendiri
Kekurangan Konstruktivisme:
1.      Kekurangan apabila ada siswa yang pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif.
2.      Siswa belajar secara konsep dasar tidak pada ketrampilan dari siswa itu sendiri

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.     
Adapun prinsip-prinsip konstruktivisme yang berkaitan dengan pembelajaran konstruktivisme:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, secara personal dan sosial.
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali melalui keaktifan siswa sendiri untuk menalar
3.      Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah
4.      Guru sekedar membantu  menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi mhasiswa dapat terlaksana.
Adapun kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1.      Kelebihan dalam proses pembelajaran konstruktivistik siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar
2.      Kelebihan konstruktivistik dalam pembelajaran bisa adanya group
3.      Pembelajaran terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa itu sendiri
Adapun kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1.      Kekurangan apabila ada siswa yang pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif.
2.      Siswa belajar secara konsep dasar tidak pada ketrampilan dari siswa itu sendiri.
B.     Saran
Pengertian, prinsip serta perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat tercapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan hasil yang berkualitas yang mampu membentuk manusia indonesia seutuhnya.




















DAFTAR PUSTAKA
Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM
Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational   Technology.
Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional technolgy? Educational Technology.
Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html
Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen, P. dkk. (2005)   Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html

1 komentar: